Suara Pandu Bangsa!

Pandu Bangsa!

Aku TIDAK sekolah!

Aku bukan anak yang makan bangku sekolah, tapi aku adalah anak yang makan Nasi dari rumah, kondisiku tidak jauh beda dari kebanyakan anak, hanya kemampuanku dan pemahaman yang membedakan antara teman di sekolah. layaknya seorang pemimpi aku selalu terbangun diantara layar TV kehidupan yang menyebalkan, Menurutku menganggap diri lebih baik dan paling benar dan orang lain dianggap sebagai kesalahan, itu hanyalah bentuk kebodohan dari kesalahpahaman pola pikir zaman sekarang. Generasi yang menjunjung tinggi kepintaran tapi bodoh! Di dalam. menyalahkan kebenaran dan membenarkan kesalahan, dari guritan coretan tinta kehidupan tak pernah lelah ku ucapkan bahwa aku cinta sekolah tapi tidak sekolah.
Ini bukan tentang instansi dan tempat yang terlalu dipuja padahal fungsi utamanya dihilangkan dan di sepelekan oleh para penggunanya, menurutku siapa yang tak benar-benar sungguh mencurahkan dirinya untuk ilmu pengetahuan tidak layak disebut sebagai orang terdidik. setiap hari kulihat perbedaan masing-masing pribadi seseorang di sekolah, tapi sering juga perbedaan itulah yang membuat tampak permasalahan
Sebagai seorang pelajar, mendapat hak nya akan pendidikan merupakan sesuatu yang berati bagi nya, namun semua tanggapan yang diberi benjadi tanggapan yang layaknya dijadikan suara radio butut yang masuk kuping kanan dan keluar lewat kuping kiri, bagi ku ilmu pengetahuan sangat penting karena ilmu pengetahuan adalah emas dan manusia adalah barang tambang.
Maknanya manusia yang terus menggali ilmu akan mempunyai kepuasan batin dan kebahagiaan jiwa yang tiada tara, dibanding orang yang berilmu tapi beku dan tidak pernah berkembang, emas pun banyak jenisnya dan ukuran zat yang terkandung di dalamnya, begitupun manusia ia selalu memiliki keunikannya di dalam dirinya. Dunia pendidikan bangsa selalu dilanda problem kritis melalui keadaan dan proses zaman. Essai inilah yang akan menjadi PR bagi saya, anda, dan kita semua…

Yah.. Mungkin itu hanya sedikit nyinyiran yang tak berarti juga untuk di dengarkan, walau hal ini sebenarnya harus dipertimbangkan? Sebuah pertanyaan yang selalu berputar di kepala penulis adalah betapa misterinya keilmuan dan sistem pendidikan yang di temui saat ini karena pada dasar nya terkadang kemisteriusannya itulah yang menarik dari kisah indonesiaku ini. Berbagai pro dan kontra di hadirkan disetiap sudut cakrawala pembaca dalam menanggapi pendidikan saat ini, bukan maksud menjatuhkan apalagi meninggikan. hanya saja disini menghadirkan sedikit wawasan bernafas lain tentang dunia pendidikan, sperti halny kenapa jam belajar yang terlalu banyak? Kompetensi siswa yang disamaratakan padahal kemampuan yang berbeda-beda, lalu nasib masa depan siswa yang ditentukam oleh ukiran tulisan tangan berbentuk eksak?
Dilihat dari maksud dan tujuannya memanglah tidak ada yang patut disalahkan hanya saja dalam pelaksanaannya yang patut di pertanyakan, memang betul penulis disini tidak memiliki kemampuan dasar apalagi dalam bidang yang menunjak pendidikan, disini penulis hanya memberikan sedikit harapan dan kemakluman kepada para wali mulia untuk lebih memperhatikan kami sebagai tunas kecil yang kau besarkan berdasarkan keadilan keilmuan dan kemampuan.
Jika di pikir-pikir lagi bukan hanya perihal itu saja yang harus dibenahi, kita juga perlu melihat ke zaman dimana mode nya telah berubah menjadi era percepatan saat ini, betul sekali jika pembaca mengira pada zaman percepatan atau kita sebut sebagai zaman modern, kemajuan dan keberhasilan pencapaian IPTEK semakin di depan. Layak nya slogan “yamaha”. Namun bukan IPTEK saja yang perlu di lihat kita juga harus melirik ke bidang yang sama pentingnya yakni IMTAQ. Kedua kemajuan ini harus di selaraskan dan seimbang (balance) agar menjadi paduan yang menguatkan sistem dan kesempurnaan dunia keilmuan indonesia.
Ingat! IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) sedangkan..
IMTAQ ( Iman dan Taqwa) secara keseluruhan kedua unsur inilah yang menurut penulis akan menjadi penunjang kesempurnaan keilmuan, apa lagi dengan kulturasi agama yang ada di indonesia memberikan warna tersendiri bagi instansi pendidik. Ini adalah hal yang terkadang tak dilihat oleh berbagai pihak, oleh sebab itulah penulis berpikir bahwa aspek keilmuan dari pendidikan kita saat ini sedang jauh dari bungkus perjuangan Ki Hajar Dewantara untuk memajukan pendidikan bangsa indonesia.
Dengan tiga prinsip :
1. Ing Ngarsa Sung Tulada ( di depan memberi teladan)
2. Ing Madya Mangun Karsa (di tengan memotivasi)
3. Tutwuri Handayani (dari belakang memberdayakan)
Bagi penulis ilmu yang kita nikmati saat ini adalah bukti isi dari bungkus perjuangan beliau, dari tiga prinsip itu maka seharusnya kita mengetahui betapa luhurnya cita-cita bangsa ini dalam menumbukhan tunas yang terbaik dengan keilmuannya, tapi karena masih banyak yang di benahi dalam melengkapai kekurangan itu semua, maka perlua adanya sikap saling mendukung antar sesama baik itu yang di ajar maupun yang mengajar.
Mari pertanyakan apa yang telah kita sumbangkan untuk pendidikan indonesia?
Ketika kita membahas perihal yang menjadi kebutuhan pokok kita dalam mengahadapi persaingan industri dan kemajuan teknologi. maka pendidikanlah yang paling memiliki peran sentral dalam mewujudkannya, tapi itu juga harus di ingat dalam pelaksanaan keilmuan harus tetap mempertimbangkan kemampuan seseorang dengan melihat minat dan skill sehingga nantinya sekolah akan menjadi arena pemecahan teka-teki kemampuan yang akan menarik bagi para kamu terpelajar.
Semoga apa yang penulis harapan akan terwujud..
Mohon maaf atas kehilafan dan sgala kekurangan.
Jangan lupa untuk di tanggapi dan beri saran yang bermanfaat bagi dunia pendidikan kita..
Salam..
Literasi..

Facebook Comments Box

Raja Singasari

Add comment

CoretanPelajar

TERIMAKASIH ATAS KUNJUNGANNYA

covid-19 widget

Email Newsletter

MailChimp newsletter form can be embedded here!

For more info, please visit MailChimp documentation.

WhatsApp chat